Tag Archives: Drama

Melting an Ice (2/?)

Cast: Onew/Jessica

A.N: Part 2!!


Jinki’s POV


“Kriiiiiing!”

“Ya, pelajaran kali ini cukup. Kerjakan tugasnya jangan lupa. Kumpulkan besok di ruang guru. Siang!”

“Siang, songsaenim! Terima kasih!” Guru fisika yang kata anak-anak killer itu akhirnya keluar juga. Semuanya langsung berhamburan keluar kelas. Namun tidak untukku. Aku malas melakukan apapun.

Aku sama sekali tidak bisa focus dengan pelajaran hari ini. Padahal fisika termasuk salah satu mata pelajaran yang paling kusukai. Kubuka lagi buku catatanku. Kosong. Aku tidak tahu harus mencatat apa. Omongan songsaenim tadi tidak ada yang masuk kepalaku.

haaaaaah~” kujatuhkan kepalaku di meja. Jam 3.15. harus berangkat sekarang kalau mau mencoba mencari pekerjaan sambilan. Setelah membereskan semua buku-buku di meja, aku melangkah dengan gontai keluar kelas.

“itu Jinki-hyung!”

Aigoo~ suara ini… dengan malas aku membalikkan badan.

“Yo…”

“Apanya yang ‘Yo’, hyung? Kok lemas banget sih?” Jonghyun, adik kelas setingkat dibawahku, menyapa denan gaya khas easy going-nya. Penampilannya yang agak… uum… ‘berani’ sering membuatnya dikira anak ‘nakal’. Tapi dia baik kok. Jauh dari kata nakal. Jahil mungkin ya.

“ya! Hyung! Kenapa kau menatap jonghyun-hyung begitu?” yang ini Kibum. Ralat. Key. Aku bisa dibunuh dengan tatapannya kalau memanggilnya dengan nama itu. Dia ini… orang yang paling ‘mirip cewek’ di kelompok kami. Bukan karena dandanannya sih. Sebenarnya itu juga, tapi lebih tepat karena kelakuannya yang suka nagging dimana dan kapan saja. Kalau diperhatikan, dia yang paling care dengan keadaan kami.

“enggak… minho mana?”

“Minho hyung masih ada pertandingan bola~ tapi nanti katanya dia mau nyusul kok!” taemin menjawab dengan aegyo yang entah dia sengaja atau tidak. Anggota yang paling muda di kelompok kami ya Taemin ini. Namun dance skill-nya belum ada yang menandingi (diantara kami). Sebenarnya dia murid baru sekolah (atau academy? karena SMP-nya sama dengan SMA kami) ini, tapi sejak kami menemukannya di tempat latihan dan mengajaknya masuk kelompok kami, dia jadi sering bermain kemari. Siswi-siswi banyak yang heboh kalau dia datang. dia cantik manis sih.

“loh? Hari ini kita ada latihan?”

“ada, hyung! Hyung lupa?” pipi Taemin menggembung lucu sekali. Kadang aku berpikir, apa dia benar-benar manusia?

“Jinki-hyung, tinggal 1 bulan lagi lombanya dimulai. Apakah tidak sebaiknya kita berlatih lebih intensif?”

“tapi hari ini aku ada rencana mencari part time job, jjong…”

“ayolah hyung~ kan masih ada besok. Lagian barusan aku dengar hyung juga dapat tugas fisika kan? Masa tidak mau kau kerjakan? Kau yaki—”

“ya, ya, ya, Key. Aku mengerti. Ayo berangkat!” aku memaksakan senyum. Yah, setidaknya mereka senang. Aku mengikuti mereka yang sudah berjalan lebih dulu.


-Third’s POV-

“one, two, three, step! Dengan hitungan satu sampai lima semuanya lakukan free pose ya! Dimulai dari Minho hyung, Key-hyung, aku, Jonghyun-hyung dan Jinki-hyung.” Taemin memberi aba-aba membimbing yang lain. Memang sudah tugasnya menjadi lead dancer sekaligus choreographer kelompok dance mereka.

“satu!” Minho bergerak mengikuti ritme.

“dua!” Key memasang pose dengan senyum seductive nya, diikuti gaya taemin yang penuh dengan aegyo.

“empat!” Jonghyun berbalik dan memutar sedikit kepalanya, memperlihatkan punggung hasil latihan kerasnya selama berbulan-bulan.

“lima!”

Siiiiiiing. Jinki melongo di tempat.

“jinki hyung? Lima?”

Mukanya terlihat idiot di hadapan para dongsaengnya.

“hyung?”

“yaah! Hyung!”

“e—eh?! A-apa?!”

“hyung, aku bilang ‘lima’, sekarang giliranmu untuk berpose…”

“po-pose? Pose apa?” tanya Jinki polos yang diikuti gerakan menepuk jidat oleh Key.

“aigoo~ ada apa sih hyung? Kamu sama sekali tidak focus sejak pulang tadi. Ada masalah?”

“ti-tidak kok. Maaf.”

“apa kau bertengkar dengan ayahmu lagi?” giliran menyebut ‘ayah’, muka jinki langsung masam. Jonghyun jadi merasa tidak enak.

“nggak. Ga ada hubungannya.”

“hyung lapar?” duh. Maknae yang satu ini memang kadang ga jelas.

“aku sudah makan tadi taemin…” Jinki tersenyum.

“ini bukan, itu bukan. Apaan sih? Ngomong dong~ kami bukan peramal tahu, hyung!”

“…ada gadis yang kau suka?” Minho ikut menyumbang ide.

“…” Jinki terdiam.

“Eh?”

“…” Jinki menundukkan kepalanya.

“EEEH??” semua dongsaengnya kaget bukan main. Hyung mereka yang paling tua, yang paling clumsy, yang bisa kesandung barang-barang kasat mata pun bisa jatuh cinta!

“Tu—tunggu dulu! Dengarkan aku! Itu tidak seperti yang kalian bayangkan!”

“kutukan apa ini tuhan, kutukan apa??” Key bergumam tak jelas.

“siapa? Siapa hyung?” Jonghyun memanas-manasi suasana.

“Traktiran dong hyung!” Taemin Nampak bahagia sekali. Minho hanya tersenyum simpul.

“nggak! Nggak kok! Aku baru bertemu dengannya sekali!”

“oooh~ jadi sudah sampai kencan ya~”

“bu—bukaaan! Semalam kami kehujanan—“

“wah! Sampai hujan-hujanan bareng!”

“bukaaaan~”

“ckckck… ternyata hyung begitu. Pantas akhir-akhir ini dingin padaku.”

Siiiiiing. Suasana hening sejenak setelah kata-kata itu terucap dari mulut taemin dengan lugunya.

“…apa hyung? Kok diem sih?”

“SIAPA YANG MENGAJARIMU, BABY?!” key heboh tak terkendali.

“eh? Kemarin jonghyun hyu—“

“KIM JONGHYUN! KEMARI KAU!”

“Tunggu Key! Aku ga ngapa-ngapain kok!” ucapan jonghyun sama sekali tidak digubris oleh Key. Acara pembantaian pun dimulai.

“Um… anu…” Jinki membuka mulut.

“… biarkan saja Hyung. Ayo pergi. Kau ikut kami, Taemin?”

“Ne~”

Terkadang, kekuatan ‘keluguan’ milik Taemin bisa menjadi senjata mengerikan.


-Jinki’s POV-

“Kau yakin tidak apa-apa hyung?” Minho menanyaiku lagi. Anak ini.

“Ya. Cepat pergi. Kereta kalian hampir berangkat.”

“ya sudah, hyung. Hati-hati ya!” taemin melambaikan tangannya padaku.

“pasti. Nanti ku sms!” nampaknya mereka mendengar teriakanku. Setelah memastikan meraka sudah tak terlihat, aku berjalan keluar dari stasiun menuju rumahku. Gelap. Aku sempat berpikir kenapa orang tuaku memilih tinggal di daerah sesepi ini. Capek sih, tapi aku masih ingin berada di luar rumah…

“Ah! Akhirnya kau datang!”

‘Eh?’ aku menoleh kea rah suara. Disana! Gadis yang kemarin. Rambut blonde-nya diikat ekor kuda. Cantik. Kulihat dia melambaikan  tangannya. Aku menoleh mencari apa mungkin ada orang disampingku.

“Apa yang kau cari, Jinki-sshi?”

“kau… memanggilku?”

“loh? Apa kemarin aku salah dengar? Kemarin kau meneriakkan namamu kan? Lee Jinki bukan?”

“y—ya, itu aku,” deg deg deg. Aduh jantungku, bertahanlah sebentar…

”kamu—?”

“Oh ya, maaf! Namaku Jessica Jung, panggil Sica saja.” Dia mengulurkan tangannya dan tersenyum padaku. kubalas uluran tangannya.

“senang bisa bertemu lagi denganmu. Ngomong-ngomong, kamu ngapain disini?”

“ah!” dia melepaskan tanganku dengan cepat. Membuatku agak kecewa. Eh? Apa yang kukatakan?

“aku mau mengembalikan sapu tanganmu. Terima kasih kemarin.”

“ti—tidak perlu berterima kasih! Toh itu juga salahku kamu sampai jatuh!”

“tidak apa-apa kok, Jinki-sshi. Aku juga sudah mengagetkanmu kan? Maaf.”

“um…”

“gimana kalau… impas saja?”

“impas?” aku melihatnya mengagguk pelan, “…boleh.” Dia tersenyum. Manis sekali. Tanpa sadar aku juga ikut senyum-senyum sendiri  seperti idiot.

“Ne, sudah malam. Aku sudah menunggumu agak lama disini, sudah waktunya pulang.”

“o-oh. Mianhae. Mau kuantar?” tawarku.

“aniyo. Kapan-kapan saja Jinki-sshi. Terima kasih.”

“baiklah. Sampai jumpa.”

Dia berlari menjauhiku. Namun beberapa langkah di depan, dia berhenti dan berbalik. Sepertinya hendak mengatakan sesuatu? Mukanya merah sekali.

“a—anu… Jinki-sshi. Kalau kau ada waktu… sms aku ya!” lalu dia pun berlari lagi tanpa memerdulikan panggilanku.

“gimana mau sms kalau—“ eh? Ada tulisan di sapu tanganku?

“098-376989…” *author ngasal*

Aku bisa merasakan wajahku memanas. Tapi ada kebahagiaan yang aku sendiri tak tahu sejak kapan datangnya. Ingin sekali aku berteriak-teriak… tapi kuurungkan. Aku ga mau dikira autis.

Sepanjang perjalanan pulang sampai dirumah aku tersenyum-senyum sendiri tidak jelas. Ibuku saja sampai heran. Tuhan… apakah ini yang namanya cinta?

TBC~

Melting an Ice (1/?)

Cast: Onew (SHINee) & Jessica (SNSD)

Rating: PG-15

A/N: sidestory dari FF saya ” Can you be mine, Noona?”. tapi yang saya ceritakan disini mungkin dari sisi onsica-nya, 4-5 tahun before that story takes place, jadi maaf bagi yang tidak suka atau benci sama pairing ini 🙂 saya sukaaa sekali sama onsica! XDD ini juga ada di LJ saya. tapi sudah tidak saya gunakan~


“haaaah~ lagi-lagi…” aku mendesah sebal. Langkahku gontai. Sudah ketiga kalinya dalam 2 hari ini lamaran kerjaku selalu ditolak dengan alasan yang sama.

Pertama: aku masih seorang pelajar.

Dua: aku masih cukup muda (19 tahun masih terlalu muda? Aku bisa bertanggung jawab).

Ketiga: katanya aku kurang pengalaman (gimana mau punya pengalaman kalau memberiku kesempatan saja tidak mau?).

“capeeek… lapaaar…” kubenarkan ranselku yang melorot dari pundakku sambil melirik jam tangan, “8:15 pm. semoga saja umma tidak curiga dengan keterlambatanku…”

“lalalaa~”

“eh?” aku mendengar suara nyanyian seorang gadis. Selarut ini? Aku berputar mencari sumber suara. Kanan—tidak ada. Kiri—kosong. Apa aku sangat kelaparan sampai-sampai berhalusinasi?

“Hey boys~”

Aku berhenti berjalan. Kupasang telingaku lebar-lebar.

“Laa~”

Yap. Aku mendengarnya. Bukan telingaku yang salah. Suaranya memang samar. Tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di gang yang kulewati ini. Jangan-jangan… tidak tidak tidak. Meski demikian, bulu kudukku berdiri juga.

Tes. Tes tes tes.

‘Hujan?’

“ah!”

Suara gadis itu lagi. Dari arah taman depan. ‘glek.’ Aku memberanikan diri untuk melangkah maju perlahan. Satu langkah, dua, tiga, em—
Sekelebat bayangan berambut blonde menerjangku dengan kecepatan penuh. Kontan aku berusaha melindungi diri.

“AH!”

“Kyaa!”

Bruukk!! Kepalaku menghantam jalanan. Ouch. Sakitnya. Aah… apalagi ini… kenapa ada hantu yang berat begini? Sejak kapan hantu bisa menindih orang? Sudah gitu rasanya lembut sekali. Mana baunya harum… eh? Tunggu sebentar. Lembut?
Aku membuka mataku cepat. Saat sudah terbuka, yang pertama kulihat adalah sepasang mata coklat yang menatapku… uum, tidak percaya? Dengan cepat dia menundukkan wajahnya. merah sekali. Kuikuti arah tatapannya yang turun, terus turun, sampai akhirnya aku menemukan tanganku di… dadanya.

“ARGH!” dengan reflex kudorong gadis tadi menjauh. Namun tampaknya terlalu keras (kekuatan priaku sering keluar disaat yang salah), karena gadis tadi malah terlempar ke belakang dan terjatuh dengan posisi yang menyedihkan.

“adududuuuh…”

“Ma-maafkan aku! Kamu tidak apa-apa?” tidak mungkinkan dia tidak apa-apa? Dasar idioooot.

“N-ne..” kulihat tangannya terluka. Apa karena kudorong barusan?

“tanganmu! Kemarikan!” aku jadi ikutan panik.

“ti-tidak apa-apa… ini bukan luka yang besar kok…”

“apanya yang bukan luka besar?” tanpa sadar kutarik gadis tadi ke dalam taman (lagi). Aku serabutan mencari kran air. Itu dia! Langsung tangannya kutaruh di bawah kran , dan kubuka alirannya.

“a..adudu…dududuh…”

“maaf, tahanlah sedikit lagi… aku takut infeksi.”

Nampaknya rayuanku berhasil. Gadis ini diam, meski bibirnya masih digigiti untuk menahan sakitnya.

Setelah pasti bersih, kubalut lukanya dengan sapu tangan yang kubawa. kuikatkan tidak terlalu kencang. Aku takut dia tambah kesakitan.

“selesai. Ma-maafkan aku… sudah membuatmu terluka! Dan lagi tadi aku dengan kurang ajar sudah memegang—“ aku membungkuk sedalam mungkin.

“aniyo, aniyo! Tolong jangan diingat lagi! Tidak apa-apa!”

“sungguh maaf. Tadi aku mengira kamu hantu…”

“kalau begitu aku juga minta maaf sudah mengagetkanmu…” gadis berambut blonde ini tersenyum. Manis sekali.

Tes tes tes tes.

“aigo. Hujannya makin deras. Aku harus segera pulang!”

“kau yakin? Mau berteduh di rumahku? Dekat sini kok.”

Gadis itu terdiam tiba-tiba dan menatapku tajam. Tunggu sebentar, dia tidak berpikir—

“Bukan! Aku tidak ada maksud begitu! Dirumah juga ada umma kok! Sungguh!”

“ehehehe.” Dia tertawa. Suara yang sama dengan suara yang menyanyi tadi. Berarti memang gadis ini.

“k-kau tidak percaya padaku?”

Dia menggeleng pelan.

“aniyo. Tapi appaku akan sangat khawatir. Jadi sebaiknya aku pulang.”

“m-mau kuantar? Sebagai permintaan maaf…”

“tidak usah. Sudah larut. Anak kecil sepertimu juga harus pulang cepat.”

“a-apa?”

“aku duluan!” dia membalikkan badannya dan berlari.

“J–jinki! Lee Jinki imnida!”

Dia tidak berbalik lagi. Tapi dia mengayunkan tangannya padaku. apakah itu berarti dia tahu namaku? Siapa gadis itu? Namanya… nama… idiooot! Aku tak sempat tanya. Aaah! Aku bakal terus kepikiran olehnya. Cantik sekali.

Tes tes tes.

“AH!”

Setelah puas merutuki diriku sendiri, aku berlari ke rumah secepat mungkin.

To be continued…